Sahabat -2-

"Den, istirahat dulu."
"Tahan Gan. Bentar lagi nyampe kok. Kita istirahat di sana aja."
Terik matahari menyengat keempat muda-mudi itu. Kira-kira sudah hampir enam jam mereka meninggalkan perkemahan mereka. Namun, bagi mereka perjalanan itu tidak melelahkan. Candaan, gurauan, dan tawa selalu menemani mereka.
"Yak, sedikit lagi. Dan ini dia 'the most beautiful place' itu!"
Keindahan alam Sang Pencipta membuat mereka takjub. Mata air di lembah pegunungan yang jernih, pohon-pohon raksasa yang memayungi mereka dari terik, dan kicauan berbagai jenis burung tidak dilewatkan begitu saja. Setelah meletakkan ransel mereka di samping sungai yang mengalir, semua sibuk dengan dunianya masing-masing. Terutama Ganba, dia segera mengeluarkan kameranya dan mengambil gambar-gambar di sekitarnya. Tirta, Dendra, dan Nay segera menyiapkan makan siang mereka. Menangkap ikan di sungai, membuat kayu bakar, dan menggelar tikar yang mereka bawa.
"Gan, jangan jauh-jauh ya. Soalnya di sebelah sana, di dalam hutan, ada tebing. Hati-hati nanti jatuh." Dendra mengingatkan.
"Oke, Bos!"
Tak lama kemudian, suasana menjadi hening. Hanya terdengar kicauan burung dan gemericik air sungai. Ganba sudah hilang entah ke mana. Nay duduk di tikar sambil membaca buku. Dendra dan Tirta masih sibuk menyiapkan kayu bakar dan bahan makanan mereka. Dalam kesunyian itu mereka dikejutkan oleh teriakan yang dikenal mereka. Mereka bertiga segera berlari ke arah jeritan.
"GANBA!!!"
"Gan! Kamu di mana?!"
Mereka terus berteriak memanggil teman mereka. Sayup-sayup terdengar suara dari arah tebing. Mereka berlari ke arah tebing dengan hati-hati agar mereka tidak tergelincir. Setibanya di sana, yang terlihat oleh mereka adalah Ganba yang sedang berusaha sangat keras berpegangan pada sisi tebing.
"Gan, tenang di situ dulu." Dendra mengulurkan tangannya.
"Cepat Den. Aku udah nggak kuat lagi."
"Ta, tolong bantu aku."
Tirta segera kembali ke tempat peristirahatan mereka dan mengambil beberapa meter tali. Nay yang merasa amat cemas hanya bisa berdiri di belakang Dendra. Tirta yang sudah kembali segera memasang tali di badan Dendra dan mengaitkan sisanya di pohon di dekatnya. Dendra memajukan badannya ke arah Ganba, sementara Tirta menahan talinya agar mereka berdua tak jatuh.
"Gan, cepat! Pegang tanganku!"
"Nggak bisa Den."
"Nggak. Kamu pasti bisa."
"Gan, kamu pasti bisa." Nay memberi semangat.
Ganba berusaha meraih tangan Dendra. Namun, tangannya tergelincir. Tangan Ganba terlepas dari tebing. Pada saat yang bersamaan Dendra melompat dan berhasil meraih tangan Ganba yang besar. Hampir saja mereka berdua jatuh kalau Tirta tidak menahannya dengan kuat.
"DAPAT! Gan, sekarang cepat naik ke badanku."
Tangan Dendra kesemutan. Dia sudah merasa tidak kuat menahan beban Ganba, ditambah lagi tangannya berkeringat. Tirta dengan wajah dan juga tangan memerah menarik tali penahan sekuat tenaga. Nay memandang ketiganya dari tepi tebing dan terus menyemangati Ganba. Ganba sendiri tersenyum, sambil menangis. Dan tiba-tiba dia meracau sendiri.
"Aku seneng banget punya sobat kayak kalian. Waktu pertama ketemu entah kenapa aku langsung ngerasa cocok sama kalian. Den tolong ya, jagain Nay buat aku. Tirta, tetap semangat sama cita-citamu buat galeri lukisan. Hahaha...."
"Gan! Ngomong apaan sih? Cepat naik!"
"Buat satu-satunya manusia paling cantik di sini. Nay. Aku sayang sama kamu. Bodoh banget ya, baru bilang sekarang. Tapi aku lega udah bilang. Maafin aku ya selama ini."
"Tirta! Cepat tarik!"
Dendra menarik tangan Ganba yang hampir lepas dari tangannya. Ganba meraih tangan Dendra yang memerah, tapi kemudian dengan cepat dia melepaskannya. Dendra terkejut. Nay menutup mulutnya dan menitikkan air mata. Tirta merasa tali yang dipegangnya menjadi lebih ringan. Mereka bertiga tidak tahu Ganba akan melakukan hal seperti itu.
"Aku sayang sama kalian semua!!!" Ganba berteriak, sambil tersenyum.
"GANBA!!!"
Semburat cahaya matahari senja menemani mereka dalam sendu. Burung gagak berkoar ikut merasakan kesedihan mereka. Dendra memanjat tebing dengan baju basah dan penuh debu. Tirta duduk meringkuk menutupi wajahnya. Nay menghampiri dan memeluk mereka berdua. Ia tumpahkan tangisnya di pundak Dendra. Tirta mengusap rambut Nay. Semua terdiam dalam kehilangan. Hembusan angin, cahaya senja, dan gemerisik daun mengantarkan kepulangan salah satu sahabat terbaik mereka. Selamanya.

***

Lelaki berbadan tegap itu masih berwajah sendu. Di sampingnya telah ikut melihat sepasang pria-wanita muda. Bayu menyibak dedaunan pohon kamboja. Bianglala terbangun oleh panggilan mentari setelah hujan berhenti turun. Pusara di hadapan mereka bertuliskan nama seorang teman, sahabat, dan saudara terbaik mereka.

GANBA PERDANA
bin
ADI SOEMAKI
Lahir: 2 April 1986
Wafat: 19 Juni 2007

Lelaki berwajah sendu mengeluarkan secarik surat dari dalam amplop coklat yang dibawanya. Dia mulai membaca.

Teruntuk Ganba. Sahabat dan saudara kami tercinta.Hai, Gan! Gimana kabar di sana? Kita bertiga sehat-sehat aja kok. Maaf ya, baru sempat ke sini. Kita ke sini cuman mau ngingetin kamu, hari ini udah tepat 3 tahun kita nggak ketemu. Mungkin aku nggak akan bisa cerita banyak karena kamu tau kan, aku nggak pandai nulis.Selama tiga tahun ini, kita bertiga coba untuk menuhin keinginanmu. Cita-citamu yang paling banget pengen diwujudin lagi dikerjain sama Tirta. Dia ngumpulin semua hasil jepretanmu buat ditaruh di galerinya. O ya, dia juga bikin galeri lukisan lho. Keren banget pokoknya.Tentang kabar Nay, dia sekarang udah nikah. Tau nggak sama siapa? Yang pasti bukan sama aku lah. Nay udah kayak adek aku sendiri. Tirta yang ngelamar Nay. Baru aja, sekitar dua bulan lalu. Aku udah ngira sih kalo Tirta ada perasaan khusus ke Nay. Tapi, kamu tenang aja Gan. Kalo Tirta bikin Nay sampai nangis aku nggak akan maafin dia.Tuh kan, aku nggak bisa cerita banyak. Nggak tau apalagi yang mau aku tulis di sini. Yang pasti kita bertiga masih ngerasa kehilangan kamu Gan. Aku aja sampai saat ini belum bisa nemuin sosok yang kayak kamu. Ceria, gendut, gokil, gila.

Selamat jalan sahabat, semoga lain waktu kita bisa ketemu, di sana.

Salam kangen, sayang, dan cinta.
Sobat dan saudaramu(Dendra, Nay + Tirta)

Ketiga muda-mudi itu menaburkan bunga mawar di atas pusara Ganba. Mereka menundukkan kepala sejenak. Mendoakan salah satu saudara mereka. Angin kembali menyapu tubuh mereka. Matahari perlahan meninggalkan peraduannya. Candra yang masih berwajah pucat telah menempati singgasananya. Mereka bertiga memandang pusara tersebut dan meninggalkannya. Sendirian. Dalam sepi.

***

Selembar foto menjadi saksi awal perjumpaan keempat anak manusia ini. Perjumpaan saat mereka masih memakai seragam putih abu-abu. Saat mereka masih berjalan dalam kebu-abuan hidup. Saat pertanyaan siapakah aku muncul. Saat di mana mereka menikmati masa-masa terindah dalam hidup. Empat potong jaket berwarna merah tua yang mereka pakai akhirnya menyatukan manusia-manusia ini ke dalam ikatan yang lebih kuat. Persahabatan karena rasa percaya bermetamorfosis menjadi persaudaraan yang abadi.

0 komentar: